PLPG BAGAI MEMBUKA KOTAK PANDORA
*Puspita Dewi, S.Pd

Sebulan yang lalu saya berkesempatan
mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, atau yang lebih populer
disebut PLPG. Bersama ratusan guru lainnya yang berada di bawah
naungan Kementerian Agama , kami ditempa selama kurang lebih 10 hari .
Dalam kurun waktu 10 hari, kami dibekali pengetahuan tentang mata pelajaran masing-masing, diberikan penjelasan bagaimana cara membuat penelitian tindakan kelas (PTK) serta cara menyusun dan mempraktekkan RPP yang baik dan benar. Apabila saya ditanya tentang kesan saya terhadap kegiatan PLPG ini, maka tanpa berfikir panjang jawaban saya adalah : MENYESAL.
Ya, menyesal mengapa tidak dari dulu saya mendapatkan semua pengetahuan tersebut. Bukan karena saya ingin lebih cepat mendapat tunjangan sertifikasi, tetapi agar saya bisa lebih cepat mempraktekan ilmu yang saya dapat yang pastinya sangat menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah saya.
Mengikuti kegiatan PLPG ini bagaikan membuka sebuah kotak Pandora , sebuah kotak yang dalam mitologi Yunani diceritakan menyimpan banyak hal buruk ketika dibuka keluarlah semua hal buruk tersebut. Mengapa saya katakana demikian ? Tidak lain karena kegiatan PLPG ini mengungkap banyak hal yang memprihatinkan sekaligus mencengangkan. Semisal banyaknya guru yang belum paham dengan apa yang dimaksud dengan strategi, metode , mode atau teknik pembelajaran. Juga kenyataan bahawa tidak sedikit guru yang baru mengetahui bahwa siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, audio, visual atau kinestetik. Atau yang lebih mengejutkan , ada guru yang belum tahu apa yang dimaksud dengan teks fungsional (kebetulan saya di kelas guru bahasa Inggris) . Ironis bukan ? Jadi, apa saja yang kami lakukan selama ini ? Boleh dibilang kami makan gaji buta karena memang selama ini kami “buta”. Dan saya pun berkesimpulan bahwa ternyata PLPG adalah sesuatu yang selama ini saya dan kawan-kawan butuhkan. Karena memang di PLPG inilah ternyata saya baru menyadari betapa saya dan kawan-kawan selama ini tidak tahu bagaimana cara “membaca “ silabus, menerjemahkan dan menuangkannya ke dalam RPP yang sistematis dan tepat sasaran yang pada akhirnya bisa menjadi panduan kami dalam mengajar di kelas.
Ternyata Lamanya mengajar bukan jaminan bahwa saya dan kawan-kawan sudah mengajar dengan baik dan benar. Lamanya mengajar tak seharusnya membuat kami menepuk dada karena ternyata kami tak sebaik yang kami kira. Tapi, better late than never. Lebih baik terlambat menyadari dan segera memperbaikinya daripada tidak sama sekali. Saya merasa malu , mengetahui betapa sedikitnya yang saya ketahui. Tapi, itulah gunanya PLPG, memastikan bahwa setiap guru nantinya menjadi guru yang memenuhi standar profesinya, yaitu menguasai bidangnya. Seperti yang saya kemukakan sebelumnya bahwa PLPG ini bagaikan membuka kotak Pandora, yang walaupun mengungkap banyak hal kurang baik namun di dalam kotak itupun masih tersimpan satu hal positif, yaitu harapan. Harapan agar wajah pendidikan bisa menjadi lebih baik.
Saya sangat bersyukur dapat mengikuti kegiatan PLPG yang sangat membuka mata dan menambah wawasan saya. Dengan ilmu yang telah saya dapat, Insha Allah akan saya terapkan sebaik mungkin ke dalam kegiatan mengajar saya agar pembelajaran yang saya berikan akhirnya baik, benar dan tepat sasaran.
Namun ada satu hal yang mengganjal dalam diri saya sepulangnya saya dari PLPG. Saya merasa berempati dengan kawan kawan yang belum mendapat kesempatan mengikuti PLPG. Haruskah mereka menunggu selama sekian tahun dulu untuk bisa mendapatkan ilmu dan bisa mengajar dengan baik dan benar ? Dan sampai waktu PLPG, haruskah mereka mengajar seadanya bermodalkan pengetahuan mereka saja ? Jadi, alangkah baiknya para guru yang telah mengikuti PLPG untuk juga menularkan ilmunya kepada rekan guru lainnya. (*Guru MTs Negeri 34 Jakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar