Rabu, 28 November 2012

PLPG BAGAI MEMBUKA KOTAK PANDORA
*Puspita Dewi, S.Pd
Sebulan  yang lalu saya berkesempatan mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru,  atau yang lebih populer disebut PLPG. Bersama  ratusan guru lainnya  yang berada  di bawah naungan Kementerian Agama , kami ditempa selama kurang lebih 10 hari .



Dalam kurun waktu 10 hari, kami dibekali pengetahuan tentang  mata pelajaran masing-masing,  diberikan  penjelasan bagaimana  cara membuat penelitian tindakan kelas  (PTK) serta  cara menyusun dan mempraktekkan  RPP  yang baik dan benar. Apabila saya ditanya tentang  kesan saya terhadap  kegiatan PLPG ini, maka tanpa berfikir panjang jawaban saya adalah : MENYESAL.
Ya, menyesal mengapa tidak dari dulu saya mendapatkan semua pengetahuan  tersebut.  Bukan karena saya ingin lebih cepat mendapat tunjangan sertifikasi, tetapi agar saya  bisa  lebih cepat mempraktekan ilmu yang saya dapat  yang pastinya  sangat menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah saya. 



Mengikuti kegiatan PLPG ini bagaikan membuka sebuah kotak Pandora , sebuah kotak yang dalam mitologi Yunani diceritakan menyimpan banyak hal buruk  ketika dibuka keluarlah semua hal buruk tersebut. Mengapa saya katakana demikian ?  Tidak lain karena kegiatan PLPG ini mengungkap banyak hal  yang memprihatinkan sekaligus mencengangkan. Semisal banyaknya guru yang belum paham dengan apa yang dimaksud dengan strategi, metode , mode  atau teknik pembelajaran. Juga kenyataan bahawa tidak sedikit  guru yang  baru mengetahui bahwa siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, audio, visual atau kinestetik.   Atau  yang lebih mengejutkan , ada guru yang belum tahu  apa yang dimaksud   dengan teks  fungsional (kebetulan saya di kelas guru bahasa Inggris)  . Ironis bukan ? Jadi,  apa saja yang kami lakukan selama ini ? Boleh dibilang kami makan gaji buta karena memang selama ini kami “buta”.   Dan saya pun berkesimpulan bahwa ternyata PLPG  adalah sesuatu yang selama ini saya  dan kawan-kawan butuhkan. Karena memang di PLPG inilah ternyata saya  baru menyadari betapa saya dan kawan-kawan selama ini tidak tahu bagaimana cara “membaca “ silabus, menerjemahkan dan menuangkannya ke dalam RPP yang sistematis dan tepat  sasaran  yang pada akhirnya   bisa menjadi panduan kami  dalam mengajar di kelas.

Ternyata Lamanya  mengajar bukan jaminan bahwa  saya dan kawan-kawan sudah mengajar dengan baik dan benar.  Lamanya mengajar tak seharusnya membuat kami menepuk dada karena ternyata kami tak sebaik yang kami kira.  Tapi, better late than never. Lebih baik terlambat menyadari  dan segera memperbaikinya  daripada tidak sama sekali. Saya merasa malu , mengetahui betapa sedikitnya yang saya ketahui. Tapi, itulah gunanya PLPG, memastikan bahwa  setiap guru nantinya menjadi guru yang memenuhi standar profesinya, yaitu menguasai  bidangnya. Seperti yang saya kemukakan sebelumnya bahwa PLPG ini bagaikan membuka kotak Pandora, yang walaupun mengungkap banyak hal kurang baik namun di dalam kotak itupun masih tersimpan satu hal positif, yaitu harapan. Harapan agar wajah pendidikan bisa menjadi lebih baik.

Saya sangat  bersyukur dapat mengikuti kegiatan PLPG yang sangat membuka  mata dan menambah wawasan saya. Dengan ilmu yang telah saya dapat,  Insha Allah akan saya terapkan sebaik mungkin ke dalam kegiatan mengajar saya agar  pembelajaran yang saya berikan  akhirnya baik, benar dan tepat sasaran.

Namun ada satu hal yang mengganjal dalam diri saya sepulangnya saya dari PLPG. Saya merasa berempati dengan kawan kawan yang belum  mendapat kesempatan mengikuti PLPG. Haruskah mereka menunggu selama sekian tahun dulu untuk bisa  mendapatkan ilmu dan bisa mengajar dengan baik dan benar ? Dan sampai waktu PLPG, haruskah mereka mengajar seadanya bermodalkan pengetahuan mereka saja ?  Jadi, alangkah baiknya para guru yang telah mengikuti PLPG untuk juga menularkan ilmunya kepada rekan guru lainnya. (*Guru MTs Negeri 34 Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar